Sunday, December 10, 2017

ENAK JADI PEREMPUAN ATAU LAKI-LAKI? Oleh Darmanto

ENAK JADI PEREMPUAN ATAU LAKI-LAKI?

Ini bukan ajakan mempertanyakan takdir lho ya..
Cuma ajakan untuk menelaah lagi; sebenarnya mana yang lebih enak, jadi perempuan atau laki-laki?
Inspirasi tulisan ini berangkat dari pernyataan sulung saya (jelang 9 tahun) yang minta disunat. Kebetulan anak kami ini ambang sakit sekaligus ambang stress-nya lumayan rendah. Baru mau sunat pertengahan tahun nanti, Insya Allah, lha kok heboh-nya udah dicicil dari sekarang.
Yang ribut tanya jarum-nya segede apa, pipisnya gimana, cara jalan habis disunat rapet apa ngangkang, sampe pensil yang sudah diraut runcing ditujles ke lengan saya sambil bilang, “Kaya gini ga bun, sakitnya?”
-___-
Laki - laki atau Perempuan ?
Laki - laki atau Perempuan ?
Ini anak baru mau sunat aja ributnya udah kaya persiapan perang melawan Amerika.
Daaan.. dia dengan pede-nya bilang:
“Bunda mah enak, jadi perempuan, ngga usah ngerasain sunat.”
Sebenarnya saya tersinggung juga deh. Helllooh banget gitu lho.. sunat itu sakitnya se per berapanya melahirkan sih? Tapi ya berhubung saya ini dalam rangka ngemong bocah, ya wis lah saya bombong hatinya sedemikian rupa. Bahwa sunat itu memang sakit, tapi sakit nya akan sembuh. Bukan sakit yang menetap selamanya. Azas badai pasti berlalu lah.
Nah..gara-gara mengurus kehebohan ini, saya jadi mikir sendiri: sebenarnya enak mana sih, jadi perempuan atau laki-laki? Kok saya menilai lebih enak jadi laki-laki ya?
Alasannya:
Laki-laki itu, mau keluar rumah telanjang dada dan pake celana selutut aja udah pantes.
Perempuan? Tukang roti lewat, langsung buru-buru cari gamis, jilbab, samber mukena, tahu-tahu kang roti amblas.
Begitu juga kalo mau kondangan atau jalan-jalan, laki-laki simple sekali. Punya baju batik 2 potong aja cukup. Rambut di sisir miring juga cakep. Beda dengan perempuan yang kudu membangun karakter tampilan. Mulai dari make up, dress up, hair do, dan segambreng printilan hidupnya.
Entah ya.. saya kok sering mencuri inspirasi dari laki-laki dalam menghadapi badai kehidupan.
(((badai: udah kaya yang tegang bener masalahnya)))
Laki-laki itu bisa begitu streng dalam adu pendapat, bales-balesan komen di fesbuk dengan ngotot. Tapiii begitu ketemu muka bisa cair, santai, seolah ngga ada angin berhembus.
Prinsip hidup mereka cuma dua: yang sudah ya sudah. Dan hidup sudah berat jangan diperberat dengan hal yang sebenarnya nggak berat.
Lalu perempuan? Heheheh... unfollow, unfriend, hingga blokir kayaknya fitur andalan yang paling sering digunakan perempuan daripada laki-laki ðŸ˜„
Pulang kerja, laki-laki selalu punya alasan untuk istirahat. Sangat berbeda dengan ibu bekerja yang ketika pulang, pekerjaan rumah pun tetap melekat ke dalam tanggung jawabnya.
Jam 12 malem mau makan nasi goreng pete pun ga masalah. Beda dengan perempuan yang jadwal makannya sudah diatur: berhenti makan jam 6 petang dan mulai makan lagi jam 8 pagi. Bebas memilih satu menu favorit hanya di saat weekend. Jangan lupa minimalisir gula garam karena konon garam ini mengikat cairan hingga tubuh tampak menggembung. Panjang kan? ðŸ˜„
Dalam hal ini kawin. Laki-laki ngga kawin-kawin, seisi bumi rasanya maklum. Setua apapun lelaki, kalo dia udah niat kawin, ada aja yang mau. Apalagi kalau masa depannya berkilau.
Perempuan di usia 40an dan belum menikah, sekeliling-nya akan skeptis. Berat sis.. saingannya adalah gadis manis yang dimana-mana eksis. Belum bayangan menopause yang melambai-lambai di hadapan mata.
Ini baru sedikit dari banyak hal yang menurut saya enak. Dan dimiliki oleh kaum laki-laki.
Tapi eh tetapi... jadi lelaki itu rupanya juga ada nggak enaknya.
Perempuan bisa aja lulus trus kawin. Kalau ditanya orang bisa mengandalkan jawaban: Iya, saya nggak bekerja karena harus ikut suami dan mengurus anak.
Lah laki-laki kok nganggur? Jangankan nganggur, laki-laki yang bekerja di rumah pun ada aja orang yang mengecap pengangguran.
Laki-laki pantang nganggur. Semboyan hidupnya adalah kerja,kerja,kerja.
Saya pernah tanya ke suami:
Saya: “Laki-laki itu kalo cerita, biasanya nyeritain apa sih?”
Mister: “Maksudnya cerita?”
Saya: “Ngobroool .. kalo ngobrol apa yang diobrolin?”
Mister: “Ya paling soal kerjaan..”
Saya: “Itu doang? Nggak pernah bahas baju, bahas film, atau gosip-gosip apa gitu?” (secara ya sis..kita ini kan khatam bener hocip dari lambeturah,lembenyinyir,lambendoweh dan semua per-lambe-an itu)
Mister: “Dih, yo ora lah.. film ya dibahas sih kadang-kadang. Tapi paling banyak sih soal kerjaan”
Saya: “Bahas mertua atau ipar gitu?”
Mister: “Apanya yang perlu dibahas?
-____-
Kok bisa ya dia bertanya apa yang perlu dibahas?
MERTUA dan IPAR lho.
Sekali lagi ah: MERTUA dan IPAR!
Masa iya sih dua kata itu tidak mengundang pembahasan mendalam? ðŸ˜…
Tapi ya itulah laki-laki: nggak akan bicara hal-hal yang sifatnya pribadi kepada sembarang orang. Beda dengan kita kan sis.. curhat lewat whatsapp aja bisa bersambung sampai tiga hari. Dilengkapi ikon-ikon menangis, ikon peluk, ikon patah hati, dan ikon bunga layu. ðŸ˜«ðŸ˜­ðŸ˜”💔
Apa enak sih jadi orang yang ngga bebas curhat gitu? ðŸ˜„
Perempuan bisa punya sahabat yang sangat dekat. Bebas berpegangan tangan ketika jalan, nyender-nyender manja di bahu sahabat kita, kadang kalo lagi makan bareng bisa suap-suapan dan cicip-cicipan. Itu indah dan bisa kita lakukan.
Tapi kebayang ngga sih kalo laki-laki yang melakukan itu? SMS menyapa “say”, jalan di mall gandengan, makan suap-suapan.
Iyyyuuhhh... orang ngga akan bilang mereka sahabatan. Tapi hompimpa alaiyum gambreng.
Ini adalah poin terakhir, yang akhirnya membuka mata saya. Dan menghentikan rasa iri saya pada kaum lelaki.
Mereka tertakdir menjadi pemimpin. Jika sudah jadi suami, tanggung jawab mereka sangat berat. Tanggungannya dunia akhirat: Menjaga anak istrinya dari siksa api neraka.
Bagi siapa saja yang mau memahami: INI SANGAT BERAT.
Dan beban berat ini tidak diberikan kepada kita yang menye-menye dan sensitifan ini.
Hiks..hiks.. kalau membahas poin ini terasa sekali betapa saya sudah banyak menjadi istri durhaka ðŸ˜­
Maka jika anak saya bilang, lebih enak jadi perempuan karena saya tidak perlu sunat, meski sekuat hati ingin tertawa, saya kini membenarkan ucapannya.
Benar, bahwa perempuan adalah sumber kehidupan. Tempat lahir dan bertumbuh generasi baru.
Namun laki-laki beriman, tugasnya tak pernah selesai, hingga bumi digulung dan langit runtuh. Yang mana sakitnya melahirkan kini menjadi tidak berimbang jika dibandingkan dengan tugas berat itu.
Jadi, masih mau bilang kalau laki-laki lebih enak daripada perempuan? ðŸ˜‰

No comments:

Post a Comment